Kamis, 25 November 2010

Simbah Merapi Lagi Punya Gawe

Pada hari Selasa Pahing tanggal 26 Oktober 2010 sekitar pukul 18.30 menunjukkan kehebatannya yaitu dengan meletuskan diri. Di Muntilan, tempat aku dan keluargaku tinggal diguyur hujan kerikil. Waktu itu aku sekeluarga sedang santai sambil nonton televisi, kok kayaknya bau got mampet kata istriku, saya dan anakku bilang iya he, memang saat itu baru gerimis mungkin got depan rumah mampet. Karena penasaran istri saya keluar dan melihat kondisi got di depan rumah ternyata kondisi got baik-baik saja.
Akhirnya masuk lagi dan duduk-duduk bersama lagi, tidak selang berapa lama turun hujan kerikil berbarengan dengan gerimis. Warga di perumahanku panik tidak terkecuali saya dan keluarga.Bapak Ketua RT (Bapak M. Komarudin) memukul-mukul tiang telepon dan mengumumkan lewat pengeras RW, bahwa gunung merapi telah meletus dan warga diharap waspada. Warga yang mempunyai mobil kebanyakan pada meninggalkan perumahan untuk mengungsi. Walaupun hanya berlangsung kira-kira 15 menit hujan kerikil membuat suasana mencekam.
Erupsi merapi yang pertama ini menelan kurban jiwa : mbah Marijan dan beberapa orang di Cangkringan dan satu bayi dari Srumbung Magelang yang mengalami sesak nafas dan akhirnya meninggal. Suasana kota Muntilan setelah erupsi tgl 26 Oktober ini sungguh tidak baik untuk kesehatan karena debu vulkanik bertebaran dimana-mana dan membuat nafas menjadi sesak. Beberapa hari memang merapi erupsi terus tetapi arah debu tidak ke Muntilan. Ada teman yang mengatakan kalau sudah ada kurban jiwa maka merapi mereda. Saya merasa aman dan mulai bersih-bersih rumah. Tetapi pada tanggal 4 Desember 2010 pagi-pagi buta merapi meletus lagi dan muntilan hujan pasir deras sekali.Seperti biasa pagi itu kami sekeluarga menyiapkan aktifitas pagi untuk berangkat mengajar dan anakku sekolah. Karena hujan pasir yang begitu lebat anak dan istri nunut tetangga yang membawa mobil, sedangkan saya seperti biasa naik sepeda motor lengkap dengan jas hujan dan masker. Sesampainya dipintu gerbang sekolah saya dihampiri kepala sekolah dan menyampaikan kepada saya bagaimana kalau proses belajar tidak dilakukan dan siswa diharap pulang kerumah masing-masing, saya jawab iya karena memang kondisi tidak memungkinkan untuk belajar. maka guru-guru berdiri didepan pintu gerbang untuk memberi tahu siswa yang berangkat untuk pulang kembali karena suasana tidak memungkinkan untuk belajar.Hari itu Kota Muntilan gelap karena seharian penuh hujan abu bahkan listrik juga mati. Malam harinya menjelang tanggal 5 Desember Bumi di Muntilan bergetar, rumah-rumah serta jendela-jendela rumah bergetar dan berbunyi trekkk terus menerus.Inilah letusan merapi yang paling dasyat, rumah saya yang belakang ambrol. Malam menjelang pagi itu juga istri saya telepon adik yang berada di Ambarawa dan adik akan menjemput keluargaku untuk mengungsi. Setelah saya menghubungi kepala Sekolah dan sekolah dinyatakan libur serta sekolah digunakan tempat mengungsi, Akhirnya tanggal 5 Desember pagi kami mengunsi beserta keluarga pakde yang sebelumnya ngungsi dirumahku. Tanggal 11 Desember 2010 aku ke Muntilan dan melihat rumahku ternyata didalam rumah banjir karena rumah yang belakang sudah roboh dan air hujan masuk. Barang-barang yang berharga aku naikkan ketempat yang lebih tinggi supaya tidak kena air dan aku tinggal lagi mengungsi ke Ambarawa.Sabtu 13 Desember 2010 aku kembali ke Muntilan karena disekolahku ada rapat dan sekolah dimulai lagi hari seninnya. Setelah sampai dirumah ternyata rumah tidak layak huni, aku menghubungi kakak dan ponakanku untuk membantu beres-beres rumah. Minggu tanggal 14 Desember 2010 Kakak dan ponakan dari klaten datang dan ada juga paklikku dari Semarang dan bere-beres rumah, bahkan abu dan debu di depan rumah tebalnya kira-kira 20 cm.
( cerita ini dibuat bersambung)