Senin, 11 November 2013

Paseduluran Tanpa Tepi

BEDA-BEDA ITU INDAH

Dalam memperingati hari pahlawan 10 November 2013 Museum Misi Muntilan dan Kevikepan Kedu mengadakan Gelar Budaya, yang dipusatkan di lapangan Pemda Pasturan Muntilan.Acara dimulai dengan upacara bendera dengan inspektur upacara Bapak Camat Muntilan diringi Drumband "Lumen Aerterna" dari SMP Santa Maria Sawangan. Upacara bendera diikuti oleh para siswa, guru, Ormas, Para Pegawai dan masyarakat. Dilanjutkan kirap budaya melalui jalan Vanlith, jalan Talun, jalan FX Suhaji, Jalan Kartini dan berakhir di Pastoran Muntilan.
Acara di lapangan Pastoran Muntilan dilanjutkan Pentas Budaya yang tampil antara lain:
1. Jathilan "Kridha Anom Bakti" Pepe, Muntilan, Magelang.
2. Kharismatik Joged Dayakan.
3. Cerita Rakyat FKKMK Kedu: Babad Sedulur Merapi.
4. Komunitas Seni " Gangsir Ngenthir" Karanganyar, Ngargomulyo, Dukun, Magelang.
5. Jathilan " Cipto Gumelar" Desa Gulon, Salam, Magelang.
6. Topeng Ireng " Maeso Loreng" Ibu Paroki St. Ignatius Magelang.
7. Soreng " Tontro" Ngargotontro, Sumber, Dukun, Magelang.
8. Komunitas Seni " Gangsir Ngenthir" Grogol, Mangunsoka, Dukun, Magelang.
9. Jathilan " Cipta Budaya" Tangkil, Ngargomulyo, Dukun, Magelang.

Setelah istirahat magrib, tepatnya pukul 19.00 WIB acara dilanjutkan dengan Solawatan dari NU Ngadipuro, Dukun, Magelang.
Pentas Seni Budaya ditutup dengan ketoprak dengan lakon nDhepani Ajining Dhiri, yang disutradarai Bondan Nusantara, Pemainnya antara lain : Rm. Nur Widi, Rm. Fitri dan Rm. Nugroho.
Cerita Ketoprak:
Ketenangan Praja Bantala Ayu dibawah kepemimpinan Prabu Padmaaji yang tersohor sebagai raja yang bijaksana dan mencintai serta disayangi rakyatnya, terusik karena hilangnya sang permaisuri, Ratu Sasi. Berbagai upaya ditempuh sang Prabu Padmaaji untuk mengembalikan Ratu Sasi ke Bantala Ayu. Tidak saja harga diri sebagai suami yang direndahkan tetapi harga diri bangsa ikut tercabik jika permaisuri Bantala ayu tidak dapat dikembalikan. Kawula dan raja Bantala Ayu bahu-membahu mencari kemana hilangnya Ratu Sasi ... berjuang nDepani Ajining Dhiri....

Ternyata biang kekacauan datang dari Sang Prabu Singaprana dari kerajaan Linggapura. Keangkaramurkaan seraya tidak bisa dicegah pada pribadi Sang Prabu Singaprana. Kehendaknya memperistri Ratu Sasi membutakan hati nurani dan pikiran sehatnya. Semua dikurbankan demi menuruti nafsu angkara murkanya. Segala pertimbangan dan pepeling diabaikan. Kuasa angkara murka sedemikian mengcengkeram dirinya bahkan  dihayati sebagai pepesten dari Hyang Maha Kuasa.

Kebenaranlah yang pada akhirnya jadi pemenang. Meski selalu ada korban. Tertinggal Nasib Ratu Sasi ... setelah sekian lama berada dalam cengkeraman Prabu Singaprana, akankah sang Suami, Prabu Padmaaji akan menerimanya ??? ...