Di dalam dunia
pendidikan terutama pendidikan formal murid adalah komponen yang paling
penting. Jika tidak ada murid maka sekolah, kepala sekolah maupun guru pasti
juga tidak ada. Paradigma bahwa murid adalah komponen yang paling penting dalam
dunia pendidikan harus digemakan secara terus-menerus. Murid harus dibimbing
untuk menjadi manusia yang sungguh manusiawi. Seperti hakekat pendidikan
menurut Driyarkara “ Memanusiakan Manusia Muda”.
Murid harus
selalu diberi ruang untuk membangun dirinya menjadi manusia yang sejati bukan
manusia yang berpikir dan bertindak tidak manusiawi. Bukan manusia yang angkuh,
sombong, tamak dan arogan yang sangat banyak kita jumpai dimasyarakat kita.
Hampir setiap hari terdengar berita tentang korupsi, perampokan, penganiayaan,
maling atau tawuran dimasyarakat kita. Masyarakat kita sepertinya menerapkan
hukum “Rimba” siapa yang kuat adalah yang menang. Kelompok yang merasa kuat
mengintimidasi kelompok yang lemah, bahkan ada oknum aparat negara yang
seharusnya melindungi rakyat malah melakukan tindakan melawan hukum yang
berlaku dinegara kita ini untuk kepuasan atau keuntungannya sendiri. Ingat
kasus cebongan. Oknum aparat negara yang seharusnya berpikir dan bertindak
untuk kesejahteraan rakyat malah merampok uang milik rakyat. Ingat Kasus Gayus,
BLBI, hambalang, daging sapi, simulator dan masih banyak lagi.
Harapan dari
Pemerintah dan juga masyarakat, selain murid-murid(yang akan mengganti aparat -
aparat negara dikemudian hari) menjadi cerdas secara akademik juga mempunyai
karakter yang baik, terbukti pemerintah mencanangkan pendidikan karakter dan
masyarakat menyambut dengan baik. Generasi yang cerdas dan berkarakter
diharapkan akan dapat membangun bangsa ini menjadi bangsa yang lebih baik, maju
dan sejahtera. Bangsa kita saat ini sedang mengalami krisis, dengan indikasi:
koruptor semakin merajalela, banyak oknum aparat melakukan pelanggaran hukum,
tawuran antar pelajar, antar mahasiswa atau antar masyarakat dan juga masalah
narkoba.
Untuk mengatasi
krisis bangsa ini pendidikan menjadi pilar yang sangat penting. Walaupun hasil
pendidikan tidak dapat instan tetapi membutuhkan proses yang panjang. Di dalam
pendidikan, terutama pendidikan formal peran guru sangatlah penting. Menurut
prinsip kontruktivisme, seorang guru berperan sebagai mediator dan fasilitator
yang membantu proses belajar murid berjalan dengan baik. Fungsi mediator dan
fasilitator dapat dijabarkan dalam beberapa tugas sebagai berikut: 1).
Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan murid bertanggung jawab dalam
membuat rancangan, proses dan penelitian. 2). Menyediakan atau memberikan
kegiatan-kegiatan yang merangsang keingintahuan murid dan ingin membantu mereka
untuk mengekspresikan gagasan -gagasan dan mengkomunikasikan ide ilmiah mereka
(Watt & Pope, 1989). 3). Menyediakan sarana yang merangsang murid berpikir
secara produktif. 4). Menyediakan kesempatan dan pengalaman yang mendukung
proses belajar mereka. 5). Memonitor, mengevaluasi, dan menunjukkan apakah pemikiran murid berjalan
dengan baik. (Dr. Paul Suparno, 1997)
Pembelajaran Matematika
Untuk
membentuk generasi muda yang cerdas dan berkarakter yang baik, matematika
menjadi salah satu bahan ajar yang diberikan kepada murid. Mengapa matematika? Matematika
adalah ilmu yang jujur, apa adanya, bepikir dan bertindak berdasarkan
fakta,berpikir dan bertindak dengan sabar, tidak mudah emosi ulet dan teliti.
Jika karakter ini menjadi karakter generasi bangsa ini yakinlah bangsa kita
terbebas dari korupsi, tawuran dan teroris.
Pembelajaran
matematika di sekolah harus dilakukan dengan baik supaya karakter-karakter tadi
dapat merasuk kepada pribadi-pribadi murid. Pembelajaran matematika harus
menempatkan murid sebagai subyek. Murid diberikan kesempatan untuk membangun
dirinya sendiri (seperti pada teori konstruktivisme).
Guru harus
selalu sabar, guru harus terus menerus membimbing murid untuk memasukkan nilai
– nilai karakter tersebut. Sebagaimana menurut teori konstruktivisme, guru
hanya sebagai motivator dan fasilitator. Sebagai motivator guru harus memberi dorongan
kepada murid untuk mengembangkan dirinya. Guru sebagai fasilitator atau alat
bukan tujuan. Guru seharusnya rendah hati, tidak sombong, tidak gila hormat.
Guru harus sadar, karena sebagai alat, mungkin pada suatu saat tidak dipakai
murid. Guru harus memberi teladan hidup yang baik bagi para muridnya, tetapi
guru jangan menyuruh muridnya untuk mencontoh guru, bahayanya jika ada tindakan
– tindakan guru yang tidak baik juga dicontoh muridnya ( guru juga manusia ).
Masalah
Pembelajaran Matematika
Pembelajaran
matematika di sekolah bertujuan bukan hanya mengolah pikiran murid supaya
menjadi cerdas, tetapi juga mengolah rasa supaya menjadi manusia yang disiplin,
teliti, jujur, tanggung jawab, empati dan bekerjasama. Membelajarkan matematika
kepada murid tidak mudah. Guru harus sabar, seperti pernah dikatakan Gusdur
“sabar tidak ada batasnya, kalau ada batasnya berarti bukan sabar”. Guru juga
tidak boleh menyerah menghadapi masalah siswa dan guru harus selalu belajar.
Banyak
paradigma yang salah dari murid dan orang tua tentang pembelajaran matematika.
Paradigma itu adalah pelajaran matematika itu sulit. Paradigma bahwa pelajaran
matematika itu sulit banyak disampaikan orang tua kepada anaknya (mungkin maksud
dari orangtua supaya anaknya rajin belajar matematika). Tetapi apa yang
terjadi?. Banyak anak yang takut
terhadap pelajaran matematika. Diperparah lagi banyak komentar dari masyarakat
“ kalau tidak sulit namanya bukan matematika”. Maka dibenak murid mata
pelajaran matematika itu sebagai momok yang menakutkan, kalau bisa dihindari.
Kenyataanmya sekolah di mana saja, jurusan apa saja pasti ketemu dengan yang
namanya matematika. Jadi banyak murid yang belajar matematika karena terpaksa.
Menurut
sifatnya matematika adalah ilmu yang abstrak. Bagi anak – anak yang tahap
berpikirnya masih konkrit akan kesulitan mempelajari matematika jika guru tidak
mensiasatinya. Celakanya lagi kurikulum pembelajaran matematika tidak berurutan
apalagi kalau berkaitan dengan pelajaran yang lain, misalnya fisika. Contohnya
pada pelajaran fisika membutuhkan trigonometri, tetapi trigonometri yang
merupakan materi ajar matematika belum dipelajari. Dari guru fisika mengatakan
bahwa materi trigonometri merupakan bagian dari matematika, maka menambah lagi
beban para murid bahwa matematika itu sulit. Sadar atau tidak sadar guru
matematika sendiri ikut berperan dalam membentuk persepsi bahwa matematika itu
sulit. Guru matematika sering mengejar ketercapaian jumlah kompetensi yang
disyaratkan dalam kurikulum. Guru matematika juga sering mengejar hasil akhir,
misalnya hasil Ujian Nasional, dalam persiapan Ujian Nasional guru paling
sering menggunakan metode drill, bagi
murid yang kurang menguasai konsep, metode drill membuat persersi murid semakin
mantap bahwa pelajaran matematika itu sulit.
Kondisi di
atas memang bukan akhir dari pembelajaran matematika. Kita sebagai guru
matematika mestinya harus keluar dari situasi tersebut. Memang tidak mudah
tetapi kita harus yakin bisa mengatasinya. Beberapa cara yang dapat saya
sampaikan untuk mengatasi pembelajaran tersebut : 1) Semuanya harus dimulai
dari guru. 2) Guru matematika harus
berprinsip bahwa saya menjadi guru untuk muridku. 3)
Menghormati apa yang dilakukan murid.
4) Masuk ke dalam dunia murid dalam proses pembelajaran. 5) Dekat dengan
murid. 6) Menggunakan media yang konkrit.
Selamat
berjuang para guru, demi masa depan bangsa.
B.
Sri Subekti
(Seorang
gurumatematika)